Jumat, 04 Mei 2012

Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia, Organisasi Politik

Organisasi di Bidang Politik
  1. Indische Partij
Didirikan pada 25 Desember 1912 oleh E. F. E. Douwes Dekker yang kemudian dikenal dengan nama Danudirdja Setyabuddhi. Sebelumnya dia juga telah mendirikan organisasi lain yang didirikannya tahun 1898 yaitu Indische Bond sebagai organisasi kaum indo dan eropa di Indonesia. Ketika melihat adanya diskriminasi kepada kaum indo dan sistem kolonial yang hanya menyengsarakan kaum indo maka dia mendirikan sebuah Partij: Indische Partij sebagai alat perangnya. Selain itu juga dalam karangannya yang berjudul Het Tijdschrift dan De Express yang didalamnya terdapat propaganda mengenai bahaya dari praktek sistem kolonial terhadap kaum indo dan bumiputra.
Sebagai persiapan pendirian Indische Partij hal yang dilakukan Douwes Dekker adalah melakukan beberapa pertemuan dengan tokoh-tokoh besar dan lembaga lainnya yang mendukung perjuangannya seperti dokter Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat, Abdul Muis, Redaktur surat kabar Tjahaya Timoer dan beberapa tokoh serta redaktur surat kabar lainya. Yang kesemuanya mendukung berdirinya Indische Partij sebagai organisasi pelopor gerakan revolusioner berdasarkan pada konsepsi nasional yang luas. Hal ini terjadi karena Budi Utomo dan Sarekat Islam belum mampu menunjukkan gerak revolusionernya.
Setelah itu pada tanggal 25 Desember 1912 berdirilah Indische Partij yang bertujuan untuk membangun patriotisme semua Indiers terhadap tanah air yang telah memberi lapangan kehidupan kepada mereka, agar mereka mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air Hindia dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka (E. F. E. Douwes Dekker, 1913:51-52).
Indische Partij berdiri sebagai suatu organisasi yang radikal dan merupakan partai politik pertama di Indonesia yang berdasarkan jiwa nasionalisme yang tinggi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia sebagai national home bagi semua ketrurunan bumiputra, belanda, cina, arab, dan lain sebagainya, yang mengakui Hindia sebagai tanah air dan kebangsaanya. Inilah paham yang dahulu disebut Indisch Nationalisme yang pada hari kemudian menjadi paham dari Perhimpunan Indonesia dan PNI.
Pemerintah Hindia-Belanda akhirnya mengambil sikap tegas terhadap Indische Partij. Pada tanggal 4 Maret 1913 surat permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai lembaga hokum ditolak oleh Gubernur Jenderal, dengan alasan bahwa Indische Partij merupakan partai yang berdasarkan politik dan mengancam keamanan publik. Selanjutnya pada tanggal 11 Maret 1913, audiensi yang diadakan oleh pihak pimpinan Indische Partij dengan Gubernur Jenderal dan diubahnya dua pasal dasar tetap saja tidak merubah keputusan pemerintah hindia-Belanda dan Indische Partij merupakan partai terlarang.
Pada saat peringatan ke-100 kemerdekaan Negeri Belanda dari penjajahan Perancis, di Bandung kemudian di bentuk suatu komite yang hendak bertujuan untuk mengirimkan telegram kepada Ratu Belanda yang isinya mengandung permintaan pencabutan pasal III R. R. (Reglement op het beleid der Regeering), dibentuknya majelis perwakilan rakyat sejati dan ketegasan adanya kebebasan berpendapat di daerah jajahan. Salah satu pemimpin dari komite ini adalah Suwardi Suryaningrat, menulis sebua risalah yang berjudul ” als ik een nederlander was …”, yang isinya merupakan sindiran tajam atas ketidak adilan di daerah jajahan.
Karena tindakan dari komite ini maka Douwes Dekker,dr. Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat dibuang ke Belanda sebagai hukuman. Setelah kepergian ketiga tokoh tersebut maka perlahan tapi pasti akhirnya Indische Partij mulai menurun, yang pada akhirnya berganti nama menjadi Partai Insulinde. Azas yang digunakan adalah mendidik suatu nasionalisme Hindia dengan memperkuat cita-cita persatuan bangsa.
Namun karena pengaruh yang kuat dari Partai sarekat Islam banyak tokoh yang mulai berganti haluan dan membuat Partai Insulinde menjadi lemah. Sejak kedatangan Douwes Dekker pada tahun 1918 dari pembuangan ternyata tetap saja tidak membawa pengaruh yang signifikan, pada akhirnya tahun 1919 berganti nama lagi menjadi National Indische Partij akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang kuat yang kemudian hanya menjadi wadah perkumpulan para pelajar saja.
  1. Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia didirikan oleh orang-orang Indonesia yang tinggal di belanda pada tahun 1908, semulai bernama Indische Vereeniging. Beberapa tokoh pendirinya adalah Sutan Kasayangan dan R. N. Noto Suroto. Tujuan dibentuknya adalah sebagai bentuk untuk memajukan kepeningan bersama yang berasal dari orang-orang Indonesia yang tinggal di Belanda serta hubungan dengan Indonesia. Awalnya semua kegiatan hanya bersifat organisasi sosial saja namun pada akhirnya setelah berakhirnya Perang Dunia I timbul rasa persatuan dan sikap anti kolonialisme dan imperialisme terhadap penjajah dari para tokoh Indische Vereeniging. Terlebih lagi sejak presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson menyatakan bahwa setelah berakhirnya Perang Dunia I negara yang terjajah berhak untuk menentukan nasib dan kemerdekaan mereka sendiri.
Pada tahun 1922 berganti nama menjadi Indonesische Vereeneging dan pada tahun 1925 resmi memakai nama dalam bahasa Indonesia yaitu Perhimpunan Indonesia, dengan demiian maka sekarang bukan lagi organisasi sosial tetapi termasuk juga dalam bentuk partai politik. Azas yang dipakai adalah mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata, bahwa hal yang demikian itu hanya akan didapat dengan usaha orang Indonesia sendiri tanpa bantuan siapapun dan perpecahan harus dihindari gar segera terbentuk suatu bentuk yang diharapkan saat ini.
Sejak tahun 1923 Perhimpunan Indonesia aktif berjuang dalam segala bentuk upaya perjuangan kemerdekaan Indonesia apalagi setelah M. Hatta dan A. Subardjo bergabung bergabung dan pernah menjadi ketua, serta menyatakan diri keluar dari Indonessisch Verbond van Studeerenden karena sudah tidak memerlukan lagi peranan dari wadah perkumpulan ini. Pada tahun itu juga Perhimpunan Indonesia menerbitkan buku yamg berjudul Gedenkboek 1908-1923: Indonesische Vereeneging yang menggemparkan orang-orang Belanda. Kemudian mengganti nama majalahnya yang semula bernama Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka pada tahun 1924.
Dalam dunia international Perhimpunan Indonesia juga turut aktif dalam hubungan kerja sama dengan organisasi lain di Asia-Afrika yang anti penjajahan. Pemerintah belanda mulai mengawasi kegiatan dari Perhimpunan Indonesia setelah M. Hatta menuntut kemerdekaan Indonesia dalam kongres ke-6 Liga Demokratie internasional di Paris bulan agustus 1926. Ditambah lagi dengan perjanjian rahasia dengan Semaun seorang tokoh dari PKI pada 5 Desember 1926 yang berisi tentang dukungan penuh dari PKI terhadap Perhimpunan Indonesia selama tetap konsekwen terhadap cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya pemerintah Belanda bertindak tegas menangkap dan memenjarakan keempat tokohnya yaitu: M. Hatta, Nazir Pamontjak, Abdulmadjiid djojoadinimgrat, dan Ali sastroamidjojo pada 10 juni 1927 atas tuduhan menghasut rakyat untuk memberontak kepada pemerintah Belanda. Namun pada persidangan di Den Haag pada 22 Maret 1928 dinyatakan bebas karena tidak terbukti bersalah.
  1. Partai Komunis Indonesia
Paham Marxisme datang ke Indonesia pada masa Perang Dunia I yang dimulai oleh H. J. F.M. Sneevliet yang merupakan seorang pemimpin buruh negeri Belanda dan anggota Sociaal democratische Arbeiderspartij (SDAP) atau Partai Buruh Sosial Demokrat. Semula ia hanya bekerja sebagai staf redaksi disebuah surat kabar Soerabajaasch Handeelslad kemudian pindah ke Semarang tahun 1913 menjadi sekretaris pada semarangse Handelsvereeneging. Baginya pindah ke semarang merupakan suatu keuntungan dimana disana terdapat Vereeneging van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP) yaitu serikat buruh tertua di Indonesia dan menjadi ketuanya.
Pada 9 Mei 1914 bersama dengan J. A. Brandsteder, H. W. Dekker dan P. Begsma atas prakarsanya berdirilah Indische Sociaal-Democratische Vereeneging (ISDV) dan menerbitkan majalah Het Vrije Woord. Namun karena merasa organisasinya kurang diterima masyarakat akhirnya membentuk sekutu dengan Insulinde yang memiliki anggota lebih dari 6000 orang pada tahun 1917 tetpi kurang berhasil karena tujuan awal ISDV tidak tercapai. Salah satu usaha yang cukup berhasil adalah dengan infiltrasi yaitu menyusup kedalam tubuh sarekat Islam, caranya adalah anggota ISDV menjadi anggota SI dan menjadikan anggota SI menjadi ISDV. Selain itu dengan memanfaatkan efek dari panen padi yang jelek serta ketidak-puasan tehadap upah buruh yang dinilai kecil. Kemudian beberapa tokoh SI berhasil dipengaruhi seperti Semaun dan Darsono.
Dalam tubuh ISDV sendiri juga mnalami perpecahan karena ketidak cocokan dengan pemimpinnya dan akhirnya sebagian yang merasa tidak cocok keluar mengundurkan diri dan mendirikan SDAP cabang Hindia-Belanda yang kemudian menjadi Indische Sociaal-Democratische Partij (ISDP).
Kemudian pada saat kemenangan kaum Boljsyevik di Rusia disambut dengan penuh antusiasme dari ISDV dan pada 1917 mengorganisir demonstrasi. Darsono melalui surat kabar menyerukan pemberontakan dan mengibarkan bendera merah, sedangkan para partai moderat seperti Budi Utomo, Insulinde, ISDP, dan Si mendesak agar pemerintah elanda segera menggantikan Volksraad dengan perlemen pilihan rakyat. Melihat hal ini pemerintah mengambil sikap tegas dengan menangkap para demonstran serta membawa kepersidangan, Sneevliet diusir dari Hindia-Belanda dan Darsono dengan beberapa tokoh Indonesia ditangkap. Akhir tahun 1918 ISDV dinyatakan telah mati.
Ketika ISDP mempermaklumkan diri menjadi Partai Komunis Belanda (CPN), langkah tersebut juga di ambil oleh ISDV yang berganti menjadi Perserikatan Kommunist di Hindia. Kemudian pada bulan Desember 1920 berubah lagi menjadi Partai komunis Indonesia yang diketuai oleh Semaun.partai tetap memegang teguh prinsip internasionalis dan nasionalis sebagai musuh. PKI berafiliasi dengan komintren.
Pada 25 Oktober 1922 PKI semakin kuat dan berhasil mengimbangi SI-Tjokroaminoto dengan SI-Merah yang pada bulan Maret 1923 diputuskan mendirikan SI-Merah dimana ad SI-Putih. Dan mengubah nama SI-Merah menjadi Serekat Rakyat untuk membedakannya. Organisasi PKI bertambah kuat lagi setelah Darsono kembali lagi ke Indonesia untuk mendampingi Semaun, serta tokoh-tokoh seperti alimin yang memimpin SI-Merah dan Muso yang berasal dari PKI cabang Jakarta. Walaupun pada akhirnya SI-Merah dilebur menjadi satu akibat dari perpecahan ditubuh PKI sendiri.
Setelah berhasil menjadi partai terkuat PKI melakukan pemberontakan pada 13 November 1926, meskipun banyak tokoh yang tidak menyetujui pemberontakan terebut karena merasa PKI belum mampu. Dan akhirnya muncullah pemberontakan di Jakarta kemudian di Jawa Barat, Jawa tengah, dan Jawa Timur. Semua pemberontakan terebut dapat padamkan, selanjutnya para pemberontak ditangkap, dipenjara dan pembuangan ke Tanah Merah, Digul Atas, Irian Jaya. Dan sejak peristiwa tersebut pergerakan nasioanal Indonesia dibatasi ruang geraknya.
  1. Partai Nasional Indonesia
Setelah kegagalan PKI menjadi partai terlarang akibat pemberontakannya maka dirasakan perlu adanya wadah baru penyalur aspirasi rakyat. Gagasan pertama muncul dari Ir. Sukarno pada tahun 1925 mendirikan Algemeene Studie Club di Bandung. Landasan pergerakannya adalah Nasionalisme,Islamisme, dan Marxisme, yang dianggap dapat menjadi landasan pegaerakan nasional secara garis besar dan sebagai alat pemersatu pergerakan rakyat.
Pada 4 Juli 1927 diadakn rapat mengenai pendirian Perserikatan Nasional Indonesia yang dihadiri oleh Ir. Sukarno, Tjipto Mangunkusumo, Soedjadi, mr. IskaqTjokrohadisurjo, Mr. Budiarto dn Mr. Sunario (ketiganya tokoh dari perhimpunan Indonesia). Dalam rapat tersebut Tjipto Mangunkusumo tidak setuju, beliau lebih memilih meneruskan pergerakan dalam bentuk PKI yang baru.
Tujuan dari PNI adalah bekerja untuk kemerdekaan Indonesia yang dapat dicapai dengan azas percaya pada diri sendiri artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, sosial dengan kekuatan dan kebiasaan sendiri antara lain dengan mendirikan sekolah, poliklinik, bank nasional, koperasi dll. Maka dari itu PNI tidak mau turut serta dalam kegiatan pemerintah.
Pada 17-18 Desember 1927 diadakan rapat yang dihadiri oleh PNI,Partai Sarekat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Soematranenbond, Kaum Betawi, dan Indonesische Studieclub dan Algeemene Studiclub sepakat mendirikan suatu federasi yaitu Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pengaruh PNI dalam usaha mempersatukan seluruh kekuatan Indonesia tidak hanya dalam bentuk oganisasi politik tetapi juga melalui gerakan dari para pemuda Indonesia. Selanjutnya pada penutupan kongres pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 diucapkannya sumpah pemuda dan mempersatukan diri dalam Indonesia Muda.
Setelah Kongres PNI pertama diadakan di Surabaya yang bertujuan untuk mengesahkan anggaran dasar, azas dan rencana kerja PNI serta menetapkan Ir. Sukarno sebagai ketua dan Mr. Sartono sebagai bendahara. Serta sebagai perkenalan lebih jauh terhadap masyarakat.
Ada dua macam langkah yang ditempuh oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya dalam masyarakat yaitu:
  1. Intern yaitu usaha terhadap lingkungan sendiri dengan mengadakan kursus, mendirikan sekolah, bank nasional dll.

  2. Ekstern yaitu usaha memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI antara lain melalui rapat-rapat umum, surat kabar Banteng Priangan dan Persatuan Indonesia.
Pada 18-20 Mei 1929 diadakan kembali kongres PNI kedua di Jakarta, selain untuk memilih kembali pengurus juga membahas mengenai penyelesaian dibidang ekonomi/sosial dan juga politik. Hal yang menarik adalah mengenai wacana transmigrasi sebagai usaha mengatasi kemelaratan rakyat.
Propaganda dari PNI secara tidak langsung telah menjadi ancaman serius bagi pemerintah belanda sehingga harus diambil tindakan tegas. Seperti pelarangan anggota militer dan keamanan untuk menjadi anggota PNI. Pada saat muncul desas desus bahwa PNI akan melakukan pemberontakan maka pemerintah Belanda melakukan pengeledahan dimana-mana serta penangkapan terhadap Ir. Sukarno, R. Gatot Mangkoepraja, Makoen Soamadiredja dan Soepriadinata di Yogyakarta dan dibawa ke Bandung untuk dilakukan persidangan.
Akibat dari penangkapan Ir. Sukarno telah menjadi pukulan telak bagi PNI. Pada kongres luar biasa ke II diambil keputusan untuk membuberkan PNI untuk sementara waktu karena keadaan yang memaksa. Selanjutnya timbul perpecahan akibat dari pembubaran ini dan akhirnya masing-masing pihak mendirikan partai sendiri.
  1. Fraksi Nasional
Pembentukan Fraksi Nasional didalam Volksraad atas prakarsa M. Husni Tamrin ketua kaum Betawi dan juga anggoyta volksraad, karena beberapa factor pada saat itu seperti:
  1. Sikap pemerintah terhadap gerakan politik diluar Volksraad, terutam PNI.

  2. Anggapan dan perlakuan yang sam terhadap semua gerakan yang non maupun ko-operatif.

  3. Didirikannya Vaderlandsche Club (VC) tahun 1929 sebagai protes terhadap esthisch beleid Gubernur Jenderal de Graaf.
Fraksi ini berdiri pada 2 Januari 1930 yang beranggotakan 10 orang anggota volksraad. Tujuan yang diusung oleh Fraksi Naasional adalah menjamin kemerdekaan nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan jalan:
  1. Mengusahakan perubahan ketatanegaraan

  2. Menghapuskan perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual sebagai antithesis kolonial.

  3. Mengusahakan keua hal tersebut dangan cara yang tidak melanggar hukum.
Terlandanya Indonesia terhadap malaise dan diangkatnya de Jonge seorang yang reaksioner sebagai Gubernur Jenderal membuat keadaan memburuk. De Jonge menjalankan pemerintahan dengan sikap yang keras dan kaku sehingga masa pemerintahannya adalah yang paling terburuk. Anggota fraksi Nasional dalm sidang Volksraad menuntut untuk mencabut segera peraturan mengenai pendidikan yang dinilai memberatkan dan tuntutan tersebut diterima dan peraturan dicabut. Dibawah tekanan politik Gubernur Jenderal Fraksi Nasional terpecah dan tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
  1. Partai Indonesia Raya
Pada tahun 1935 berdiri Partai Indonesia Raya yng di singkat Parindra. Dalam perkembangannya Parindra berpendapat bahwa perjuangan konsentrasi nasional haruslah:
  1. Intern yaitu dapat menyadarkan dan menggerakkan rakyat untuk memperoleh suatu pemerintahan sendiri.

  2. Ekstern yaitu dapat menggugah pemerintah Belanda untuk menyadari cita-cita bangsa Indonesia dan kemudian menyerukan agar ada perubahan dalam pemerintahan ssi Indonesia
Dalam masa dari Parinda muncul Petisi Sutardjo yang berisi usulan pergantian tata negara agar lebih bersifat adil hal ini terjadi akibat kekecewaan rakyat terhadap Gubernur Jenderakl. Dalam petisi ini Parindra bersikap berbeda setelah hasil rapat pada 12 Desember 1937 dimana Parindra bersikap menolak karena sudah keluar dari tujuan dan cita-cita Parindra. Padahal sebelumnya pada bulan November 1936, Parindra menyerukan kaum pergerakan juga ikut mendukung petisi tersebut.
  1. Gabungan Politik Indonesia
Suatu gagasan muncul tahun 1939 untuk membina kembali kerjasama diantara partai-partai politik di Indonesia. Oleh karena pembentukannya mengalami hambatan maka parindra mengambil kebijakan mempercepat terbentuknya federasi nasional dengan alasan:
  1. Kegagalan petisi sutardjo

  2. Kepentingan internatioanal akibat dari fasisme

  3. Sikap pemerintah yang tidak memperhatikan kepentingan Indonesia.
Pada 21 Mei 1939 dibentuklah Gabungan Partai Politik Indonesia yang merupakan bentuk kerjasama dari tiap-tiap partai politik. M. Husni Tamrin, Mr. Amir Syarifudin, Abikusno Tjokrosuyoso tampil sebagai pemimpin dari GAPI. Azas yang diterapkan adalah:
  1. Hak menentukaan diri sendiri.

  2. Persatuan national dari seluruh bangsa Indonesia.

  3. Persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.
Dalam usaha perjuangannya GAPI menyerukan agar perjuangan GAPI disokong oleh semua lapisan masyarakat dan rakyat Indonesia. Ternyata seruan tersebut mendapat respon yang baik dari masyarakat dan mendukung sepenuhnya kebijakan dan perjuangan dari GAPI. Namun ketika terjadi Perang Dunia II keadaan bertambah parah di Indonesia, pemerintah memperketat perizinan pelakanaan rapat-rapat partai serta untuk rakyat indonesiamemberlakukan sistem wajib militer.
DAFTAR PUSTAKA
Djoened Poesponegoro, Marwati dan Ngroho Notosusanto.1984.”Sejarah Nasional Indonesia V”. Jakarta: Balai Pustaka
Onghokham.1989.”Runtuhnya Hindia Belanda”. Jakarta: Gramedia
Pane, Sanusi.1956.”Sedjarah Indonesia II”.Jakarta: Balai Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar